

Choi Hyo Won mengumpulkan seluruh anggota Persaudaraan Pedang.
Hyo Won mengangkat pedangnya. "Apa kalian ingat saat hari pertama kita mengambil pedang kita? Itu adalah hari dimana ibu kita dipukuli. Hari saat saudari kita diperkosa. Hari saat saudara kita dijual seperti ternak! Hari saat kita mengubur dalam-dalam kepedihan dalam hati kita. Hari saat kita bersumpah bahwa kita tidak akan lagi mau diperlakukan tidak adil! Kita tidak akan diam saja dituduh sebagai penjahat hanya karena kita orang rendah. Kita tidak akan membiarkan diri kita dibunuh hanya kerana kita orang rendah! Karena itulah, kita harus menemukan orang dibalik semua ini. Kita harus membebaskan saudara-saudara kita!"
Hyo Won mengangkat pedangnya diikuti oleh sorakan pengikutnya.


"Bagaimana?" tanya Oh Yoon pada anak prajuritnya.
"Kami kehilangan dia." kata prajurit. "Pemeriksa jenazah lenyap setelah bertarung melawan pembunuh dan gadis kecil itu dibawa oleh orang yang tidak dikenal."
"Orang tidak dikenal?" tanya Oh Yoon. "Apa maksudmu? Siapa yang membawanya?"


"Ya." ujar Dong Yi.
Pria itu membawa Dong Yi ke sebuah bangunan lain.
"Nyonya, aku sudah membawanya." ujar si pria. Ia dan Dong Yi masuk ke dalam ruangan.
Dong Yi melihat seorang wanita duduk di dalam ruangan tersebut. "Inikah gadis yang kau maksud?" tanya wanita itu pada pelayan prianya.
"Ya, Nyonya." jawab si pria.
"Dia gadis yang cantik." komentar Nyonya itu. "Apa kau tahu kenapa kau dibawa kemari?"
"Ya, Nyonya." jawab Dong Yi. "Kudengar kau ingin bertemu denganku untuk Pemberian Salam Tahun Baru."
"Benar sekali." jawab Nyonya itu. "Putriku akan menikah dengan seorang bangsawan. Aku sudah memilih seorang gadis, tapi ia terkena campak. Kudengar kau cukup pintar. Karena itulah aku ingin bertemu denganmu."
"Terima kasih, Nyonya." ujar Dong Yi bersemangat seraya membungkuk. "Aku tidak akan mengecewakanmu!"
Nyonya itu memerintahkan pelayannya untuk mengajari Dong Yo cara pemberian salam.
"Siapa namamu?" tanya Nyonya itu, tiba-tiba ingat bahwa ia belum bertanya.
"Namaku Choi Dong Yi dari Desa Banchon." jawab Dong Yi sopan.
"Desa Banchon?" tanya si Nyonya. "Jadi, kau berasal dari kelas rendah?" Si Nyonya sangat marah pada pelayannya, Ia ragu bahwa seorang gadis dari kelas rendahan bisa bersikap sempurna tanpa celah di acara pemberian salam.
"Nyonya, berilah aku kesempatan!" ujar Dong Yi, memohon. "Aku mohon padamu! Aku akan melakukannya tepat seperti yang kau inginkan! Aku sudah belajar bagaimana caranya memberi hormat dan sering mempelajarinya!"
Akhirnya Nyonya tersebut setuju untuk memberi Dong Yi kesempatan. Pelayan menyerahkan sebuah kertas dan menyuruh Dong Yi membacanya. Dong Yi membacanya, namun ada tulisan-tulisan yang tidak bisa ia baca.
"Kudengar kau berpendidikan." ujar Nyonya itu dingin. "Hanya begitu saja kemampuanmu membaca?"
"Tidak, Nyonya." ujar Dong Yi cepat. "Aku bisa membaca apa saja. Tapi tulisan China disini banyak yang salah." Dong Yi menjelaskan tulisan-tulisan yang menurutnya salah.
"Coba kulihat." kata Nyonya. Ia mengambil kertas tersebut dari Dong Yi, melihatnya, kemudian melempatnya pada pelayan. "Bagaimana bisa kau melakukan kesalahan seperti itu?!"
"Ma..maafkan aku, Nyonya." ujar Pelayan ketakutan. "Aku tidak terlalu tahu mengenai bahasa China."
Akhirnya sikap Nyonya itu melunak dan berubah baik pada Dong Yi.

"Ini sangat cantik!" seru Dong Yi senang. "Kudengar keluarga ini memberikan pakaian sutera pada pelayan yang melakukan pemberian salam. Apakah itu benar?"
"Ya." jawab wanita itu. "Jika kau memberi salam dengan benar, pakaian ini akan menjadi milikmu."
Setelah selesai, Dong Yi berjalan pulang dengan ceria. Tanpa ia sadari dua orang pria membuntutinya dari atap rumah. Ketika sampai di dekat tembok batu, Dong Ju tiba-tiba muncul. Ia menutup mulut Dong Yi dan menyembunyikannya.
"Kakak." panggil Dong Yi.
"Kau tidak terluka!" ujar Dong Ju lega. "Kau selamat!" Dong Ju kemudian mengajak adiknya pergi ke tempat aman.

"Siapa kalian?" tanya Chun So. "Kenapa kalian mengikuti gadis itu?"
Kedua pengintai menyerang Chun Soo, namun mereka bukan tandingan Chun Soo.
"Siapa yang mengirim kalian?!" tanya Chun Soo seraya mengancam seorang pengintai dengan pedangnya. "Katakan!"
Pengintai itu tidak mau menjawab. Ketika temannya mencoba kabur, Chan Soo dengan mudah menjatuhkan dan mengalahkannya.


Chun Soo datang dan memberi kabar padanya bahwa Dong Yi baik-baik saja.
"Dong Ju sedang membawanya ke rumah Kapten." kata Chun Soo. "Kau harus bertemu dengannya."
"Tidak, tidak perlu." tolah Hyo Won. "Sudah cukup jika ia selamat. Kita tidak boleh membuang-buang waktu. Pelaku adalah orang yang memiliki kekuasaan dan kekuatan. Kita tidak tahu apa yang akan mereka lakukan."
Chun Soo hanya diam.


"Kurasa ia bukan orang biasa." kata Oh Yoon. "Maafkan aku, kami akan berusaha menemukannya dan putrinya."
Tae Sun menarik napas dalam-dalam. "Baiklah. Kau tidak boleh melakukan kesalahan. Aku akan memegang kata-katamu."


Ketika sudah memasuki istana, seorang anggota Persaudaraan Pedang meletakkan sebuah kunci ruangan di bawah tiang bangunan. Beberapa saat kemudian, Dong Ju datang dan mengambil kunci itu. Ia masuk ke sebuah perpustakaan dan menyalin beberapa lembar bagian buku dengan cepat.
"Kenapa itu terbuka?" seorang pengawal istana melihat pintu perpustakaan terbuka dan bergegas memeriksa.
Dong Ju mendengar suara langkah kaki.
Ketika pengawal masuk ke perpustaan, terdengar suara pecahan genteng dari luar. Pengawal berlari keluar.
"Bodoh!" seru pengawal pada orang yang memperbaiki genteng. "Kami bisa terluka!"
"Maafkan aku, genteng itu terpeleset dari tanganku." kata orang yang memperbaiki genteng.
Dong Ju memanfaatkan kesempatan itu untuk menyelinap keluar. Setelah berhasil, Dong Ju mengangguk pada orang yang memperbaiki genteng.


"Tuan, maafkan aku karena bertanya, tapi kenapa pihak pengadilan mencari mereka?" tanya Chun Soo pada seorang anggota polisi.
"Kau mengenal mereka?" tanya polisi.
"Ya, mereka kelihatan tidak asing." jawab Chun Soo.
"Itu adalah pria yang membunuh seorang pengawal dan yang satunya adalah putrinya." kata polisi. "Jika kau melihat mereka, segera laporkan pada kami."


Oh Yoon tidak menanggapinya.
"Aku bertanya padamu!" seru Yong Gi. "Bagaimana bisa kau mengatakan bahwa Choi Hyo Won membunuh Kang Jung Hyuk?! Apa kau mengambil alih kasus ini kemudian mengarang sebuah omong kosong?!"
"Aku mendapat laporan bahwa setelah kematian Polisi Kang, Choi Hyo Won lenyap dan sampai sekarang masih belum bisa ditemukan." kata Oh Yoon.
"Hyo Won tidak membunuhnya." kata Yong Gi. "Pembunuhan itu perbuatan orang dalam."
"Buktinya adalah papan nama yang dibawa oleh putri Choi Hyo Won." kata Oh Yoon mengada-ada.
"Lalu?"
"Tidakkah kau paham, bahwa Choi Hyo Won menggunakan putrinya sendiri untuk membunuh Kang Jung Hyun?" tanya Oh Yoon. "Ini semua adalah perbuatan Persaudaraan Pedang. Semua bukti merujuk pada mereka. Bukankah kau adalah orang pertama yang menganggap mereka penjahat?"
"Ya, aku sangat bodoh karena menangkap mereka." kata Yong Gi. "Karena itulah aku ingin memperbaiki semuanya. Aku tidak akan membiarkan pihak pengadilan menuduh orang tidak bersalah!"
"Beraninya kau bicara seperti itu mengenai Pengadilan!" seru Oh Yoon seraya menggebrak meja. "Jika kau adalah Kepala Polisi, fokuslah pada pekerjaanmu."

"Terima kasih." kata seornag pejabat bernama Jung In ook. "Kami sangat cemas bahwa mungkin saja pihak Barat akan disalahkan karena kejadian ini. Terima kasih karena melindungi kami."
"Melindungi kalian?" tanya Tae Sun. "Sama sekali tidak. Pelakunya adalah kelompok Persaudaraan Pedang. Kenapa kami harus menggunakan kesempatan ini untuk menyerang pihak Barat? Kita harus menciptakan pemerintahan yang stabil."


"Aku hanya ingin pulang." ujar Dong Yi, mengamati ayah Gaeduara yang menjaga mereka. "Dia sangat aneh. Kenapa dia tidak memperbolehkan aku pulang?"
"Ayo kita masuk saja." kata Gaeduara ketakutan. "Jika aku pergi, ayahku bisa memukuli aku sampai mati!"
"Kau lebih memilih dipukuli oleh ayahmu atau makan daging tusuk?" tanya Dong Yi, membujuk.
"Daging tusuk?" tanya Gaeduara berharap.
"Pada Pemberian Salam Tahun Baru akan ada jamuan makan." kata Dong Yi. "Aku berencana untuk membawa pulang makanan dan berbagi bersamamu."
Gaeduara ragu.
"Baiklah. Ingat, kau tidak membantuku apa-apa." kata Dong Yi memancing, hendak pergi.
"Tunggu!" tahan Gaeduara. "Apa yang harus kulakukan?"
Dong Yi menyuruh Gaeduara pura-pura sakit perut. Ayah Gaeduara masuk dan memeriksa putranya. Setelah itu, ia keluar sebentar dan membawakan obat berupa air 'eek' nya. Huek.
"Minum. Ini adalah obat yang bagus untuk sakit perut." kata ayah Gaeduara.
Gaeduara mencoba minum dan kemudian muntah. Ia menangis. "Ayah, aku tidak sakit! Aku bohong!" tangis Gaeduara. "Dong Yi, aku tidak butuh daging tusuk!"
Ayah Gaeduara membawa Gaeduara keluar dan memarahinya.


"Biar aku yang menjelaskan padanya." kata Hyo Won seraya mengajak Dong Yi masuk ke dalam rumah.
Hyo Won tidak mengizinkan Dong Yi mengikuti Pemberian Salam Tahun Baru. "Saat ini, ibukota terlalu berbahaya untukmu." katanya. "Kau harus tetap tinggal disini sampai kau kuizinkan pergi."
"Tapi aku harus berada di rumah Menteri pukul 8." bantah Dong Yi.
"Kenapa kau menentangku?!" bentak Hyo Won. "Jika kau membuat masalah, aku tidak akan memaafkanmu. Mengerti?!" Hyo Won bangkit dari duduknya dan berjalan keluar.
Dong Yi menangis. "Ayah, aku hanya ingin menggunakan pakaian bagus sekali ini dan terlihat seperti nona bangsawan!" rengeknya. "Tolong izinkan aku pergi! Ayah..."
Hyo Won merasa tidak tega, namun demi menyelamatkan nyawa putrinya, hanya inilah yang bisa ia lakukan. Hyo Won berjalan keluar meninggalkan Dong Yi.


"Tolong bantu aku, Tuan!" seru pengemis itu.
"Beraninya kau menyentuhnya!" bentak seorang polisi bawahan Yong Gi, mendorong pengemis itu sampai jatuh.
Yong Gi melihat ke tangannya. Rupanya pengemis tersebut memberikan sebuah pesan yang bertuliskan, 'Dibawah pohon pinus disamping tembok merah'. Ketika Yong Gi menoleh, pengemis itu sudah tidak ada.


"Kau masih hidup!" seru Yong Gi. "Aku lega kau masih hidup."
Hyo Won menceritakan segalanya pada Yong Gi, bahwa pelaku yang sebenarnya mengincar dirinya dan putrinya.
"Aku ingin memberikan sesuatu padamu, Tuan." Hyo Won menyerahkan sebuah kertas pada Yong Gi. "Ini adalah bukti yang kutemukan."
Yong Gi membuka kertas tersebut.
"Seperti yang kau tahu, kantor dari ketiga bangsawan yang tewas diselidiki oleh pihak Selatan." ujar Hyo Won. "Bukankah aneh jika pihak Selatan menyelidiki orang mereka sendiri? Mulanya aku berpikir bahwa ini adalah perbuatan pihak Barat, tapi ini menunjukkan bahwa seseorang dari pihak selatanlah yang mungkin berada dibalik kejadian ini."

"Kasus ini harus dibuka lagi, Ayah." kata Yong Gi. "Tolonglah aku. Satu-satunya orang yang bisa bertemu dengan Yang Mulia dan memberitahu kebenaran ini adalah kau, Ayah."
"Besok Yang Mulia akan pergi ke Soong Reung." kata Jung Ho. Soong Reung adalah makam Raja Hyunjong, ayah Sukjong. "Setelah itu, ia akan menginap satu malam untuk memeriksa prajurit baru. Tapi karena ini masalah darurat, aku akan pergi besok untuk menemuinya."


"Ketua, apa kau memanggilku?" tanya Chun Soo.
"Aku ingin kau membawa Dong Yi keluar dari ibu kota." ujar Hyo Won. "Penasehat Negara akan menemui Yang Mulia untuk menceritakan yang sebenarnya. Semua orang akan dibebaskan, tapi aku harus bersaksi di pengadilan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu. Aku menitipkan ia padamu, Chun Soo."
Chun Soo datang ke rumah Gaeduara untuk menjemput Dong Yi, tapi Dong Yi sudah tidak ada.Rupanya Gaeduara membantu Dong Yi melarikan diri.
Hyo Won mendapatkan informasi bahwa pelaku kejahatan yang sebenarnya berniat menyerang dan membunuh Penasehat Negara. Ia dan beberapa anak buahnya bergegas pergi untuk menghentikan.

Dong Yi masuk dan membungkuk untuk memberi hormat pada Tae Sun. Tae Sun tersenyum. Ia tidak pernah melihat Dong Yi sebelumnya dan hanya mendengar mengenai Dong Yi dari Oh Yoon.


Mendadak, sebuah panah mendesir dan menusuk salah satu anggota Persaudaraan Pedang.
"Serang!" teriak Oh Yoon. "Mereka membunuh Penasehat Negara! Tangkap mereka semua!"
Hyo Won dan yang lainnya dikepung. Oh Yoon sudah menyiagakan banyak pasukan untuk menjebak dan menangkap mereka.


Dong Yi mengatakan bahwa ia bukan pelayan. Ia adalah orang rendah yang tinggal di desa Banchon dan ayahnya adalah seorang pengautopsi mayat.
"Siapa nama ayahmu?" tanya Tae Sun.
"Nama ayahku, Choi Hyo Won." jawab Dong Yi sopan.
Tae Sun tertawa. Dengan alasan memberi Dong Yi hadiah, ia meminta Dong Yi menunggu di sebuah ruangan. Tae Sun kemudian menyuruh pelayannya memanggil polisi Jang.

"Menangkapku?" tanya Dong Yi pada dirinya sendiri. "Kenapa?"


"Ini tidak mungkin." ujar Yong Gi, tidak percaya. "Ini mustahil."
Ia bergegas mengendarai kudanya menuju ke tempat ayahnya tewas. Saat itu, Hyo Won dan yang lainnya ditangkap oleh Oh Yoon.
Rupanya, Oh Yoon bisa menjebak Hyo Won dengan bantuan seorang anggota Persaudaraan Pedang yang ditangkap di kantor polisi.
"Apakah ini adalah Choi Hyo Won, ketua Persaudaraan Pedang?" tanya Oh Yoon.
"Ya." jawab anggota Persaudaraan Pedang yang ditangkap di kantor polisi.
"Jang... Jang Hyuk..." gumam Hyo Won, melihat pria itu.
"Bawa mereka ke pengadilan!" perintah Oh Yoon pada anak buahnya.
Yong Gi datang dengan ekspresi terpukul, melihat arak-arakan yang menangkap dan mengawal Hyo Won.


"Nona, kemana saja kau?" tanya Chun Soo berpura-pura. "Aku sudah mencarimu sejak tadi."
"Nona?" tanya polisi. "Kau bilang ia adalah orang rendah?" Polisi itu melihat ke pelayan Tae Sun.
"Beraninya kau bicara begitu pada putri menteri." kata Chun Soo. Ia kemudian mengajak Dong Yi pergi ke dermaga.
"Dong Ju bilang ia akan menunggu kita disini." gumam Chun Soo, mencari-cari Dong Ju. "Ia tidak akan membuat kita menunggu."
Chun Soo menyembunyikan Dong Yi di balik semak-semak, kemudian pergi untuk mencari Dong Ju.


"Kakak, apa yang terjadi?" Chun Soo melihat salah seorang yang masih hidup dan bergegas menghampiri. "Dimana ketua?"
"Dia... dia..." Orang itu hendak bicara, tapi keadaannya terlalu parah. Orang itu tewas.
"Jang.. Jang berkhianat." ujar anggota yang masih hidup. "Ia menjebak mereka."
Chun Soo bergegas berlari sekuat tenaga. Di kota, ia melihat arak-arakan yang menangkap Hyo Won, Dong Ju dan anggota yang lain.
Chun Soo hendak mengeluarkan pisau untuk menolong, tapi Hyo Won menggeleng, mengisyaratkan pada Chun Soo agar tidak melakukan hal itu.
"Kendalikan dirimu, Chun Soo." ujar Hyo Won dalam hati. "Sekarang kau adalah Ketua Persaudaraan Pedang. Persaudaraan Pedang tidak boleh hancur disini. Semua tidak boleh berakhir seperti ini!"
Tangan Chun Soo bergetar, menggenggam erat pisaunya. Hyo Won menggeleng, melarangnya. Chan Soo menangis.

"Ayah. Kakak." gumamnya, terkejut. Dong Yi bingung dan menangis. "Ayah! Kakak!" teriaknya memanggil.
6 comments:
Mbak, blognya enaak banget dibaca. Gambar-gambarnya dan narasinya mengalir. Penghibur saat habis baca jurnal yang seabrek2.
Usul ya kak,ini bkn printah koq.lebih baik kakak gak usah nyatat sinop dong yi aplgi kakak prnh bilang gak suka ama dong yi.tkutnya nnti kshtan kk' drop.
Dan slamat hri kartini put.dah ngikutin blog k' put lama,bru bisa komen skrg.hbt lo bsa nulis sinop 5 skaligus.
ini dia yg aku tgg dah muncul. wlu di setiap blog menulis kisah ini tp menurut aq smua yg disajikan oleh penulis berbeda-beda karakter mereka membuatnya menjadi semakin menarik.
thank to putri n dkk
pembaca setia
akhirnya dilanjutin. makasih banyak kk
keren!!
bdewe mau nanya,...
ambil gmbar dimana mbak?? (yg ad glitterx)
Kak kok korea trus,,,
Dorama juga donk,,
Hihihi,,,,
Tetep smangat,,,!!!
Post a Comment