Angin Nakal Telanjangi Drussila Setelah peristiwa itu, nasib Caligula mengambang. Bukan karena perkosaan yang dilakukannya terhadap Ennia, tapi semata karena tabiat raja Tiberius, kakek Caligula yang sinting. Kesintingan raja itu membawa korban. Ayah Caligula, Humanikus, mati terbunuh. Juga ibu dan beberapa saudaranya yang lain.
Yang tersisa akhirnya tinggal Caligula dan adik perempuannya yang cantik, Drussila.
Sejak itu Caligula keluar istana. Ia meninggalkan Macro, teman akrabnya yang menjadi orang penting istana, Ennia, gadis yang habis diperkosanya, serta para gundik yang selama ini memberinya kepuasan seksual.Caligula bersama Drussila, adiknya yang cantik, tinggal di sebuah puri yang jauh dari kerajaan Romawi. Puri itu amat indah dan tenang. Suasana pedesaan amat kental. Puri itu dikitari tanaman rimbun.
Penuh pohon oak dan cemara gunung.
Di daerah yang indah dan sejuk itu
Caligula dan Drussila mukim.
Saban hari yang dilakukannya adalah bermain.
Main kejar-kejaran,
petak umpet, dan menirukan gerak burung.
Tingkah laku mirip anak-anak itu sebagai cerminan, bahwa dua remaja yang beranjak dewasa ini sebenarnya sudah mengalami gangguan jiwa.
Mereka menderita psikopat akibat hidup dalam lingkungan yang diliputi kebiadaban, kekejaman dan demoralisasi.
Suatu siang,
Caligula dan Drussila
main kejar-kejaran.
Ketika capek, di padang rerumputan, keduanya berjalan berangkulan.
Tiba di sebuah pohon besar, Drussila telentang membaringkan tubuh untuk melepas lelah. Ia diam memejamkan mata. Sedang Caligula duduk bersandar pada pohon.Tubuh Drussila yang padat berisi hanya terbalut kain tipis warna putih.
Tanpa bh dan celana dalam.
Di tengah kelengangan alam itu, nampaknya nafsu Caligula terbangkitkan.
Tangannya mulai merayap ke dada Drussila.
Gadis itu terdiam karena menganggap biasa.
Kebetulan angin nakal bertiup. Kain tipis penutup bagian bawah gadis ini tersingkap. Mata Caligula terkesiap.Tangan Caligula mulai berpindah.
Ia mengelus paha mulus sang adik.
Ia memelorotkan tubuhnya, dan berbaring di sebelah gadis ini. Mulutnya menyusuri paha Drussila. Setelah itu ia berguling menempatkan badannya di antara dua kaki gadis ini.
Ciuman Caligula itu menyusuri betis indah Drussila.
Pelan-pelan ia merentangkan kedua kaki gadis ini.
Kepalanya merambat ke atas. Dan paha bagian dalam gadis ini menjadi sasaran mulutnya.
Birahi Drussila naik.
Ia mengatupkan mulutnya. Gadis ini kelihatan tetap tenang, tetapi nafasnya mulai memburu.
Sentuhan itu membangkitkan gejolak bawah sadarnya.
Ia mulai terjalari birahi.
Caligula secara liar mulai menyerang membabibuta wilayah sensitive sang adik.
Lagi-lagi Drussila merintih. Kepalanya digoyang ke kanan dan ke kiri.
Tangan Caligula kian atraktif. Kini ia tak lagi segan untuk bereaksi.
Dan reaksi itu yang kian membangkitkan birahi Caligula.
Sebab ia ingat, bagaimana rintihan serupa terjadi pada gundik dan Ennia yang telah memberinya kenikmatan seksual.
Laki-laki ini dengan beringas memainkan tubuh Drussila.
Drussila sendiri lupa diri.
Ia merintih dan mengerang.
Saat kemaluan Caligula mulai menyentuh kemaluan Drussila, gadis ini tiba-tiba membalikkan badan. Ia membiarkan Caligula terbanting ke samping.
Setelah itu, dengan menelungkupkan tubuh,
Drussila mengumpat-umpat Caligula. “Aku adikmu. Ini seks yang dilarang," katanya terpekik. (Bag 2 >>>)